Sebagianbesar nelayan di Pantai Jayanti Kecamatan Cidaun, Cianjur, Jawa Barat, terpaksa berhenti melaut dan menganggur karena paceklik ikan dan larangan
Nelayan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengalami paceklik ikan akibat musim hujan melanda wilayah Garut selama dua tahun
rii3JP. Jakarta ANTARA - Pengamat perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan guna mengatasi permasalahan musim paceklik ikan yang kerap terjadi pada awal tahun, maka beragam bantuan seperti bantuan langsung tunai BLT perlu diberikan kepada nelayan kecil. "Menteri Kelautan dan Perikanan baru perlu keluar kantor dan menyalurkan bantuan sembako dan uang tunai selama tiga bulan untuk para nelayan," kata Abdul Halim, di Jakarta, Senin. Seperti diketahui, musim paceklik atau musim angin barat biasa terjadi pada periode awal Desember hingga pertengahan Februari setiap tahunnya. Dengan kondisi cuaca yang tidak bersahabat yang mewarnai musim paceklik, Abdul Halim menegaskan nelayan kecil dan anggota keluarganya harus terus dibantu agar dapat tetap bisa menyambung hidup tanpa terjebak ke dalam sejumlah kesukaran seperti berutang ke berbagai pihak. "Terlebih lagi situasi pandemi yang mendorong nelayan untuk terus melaut agar bisa makan sehari-hari," katanya. Ia mengingatkan bahwa di tengah cuaca yang tidak bersahabat, maka bila ada nelayan yang tetap memaksakan melaut untuk menghidupi kehidupan sehari-hari, maka berpotensi untuk terjadi sejumlah peristiwa seperti kecelakaan di tengah laut. Sebagaimana diwartakan, pemerintah dinilai perlu untuk meningkatkan pengawasan terhadap keselamatan kapal nelayan karena selama beberapa waktu terakhir masih kerap terjadi sejumlah kecelakaan yang dialami oleh kapal ikan dan perahu nelayan. "Dalam kurun waktu 1 Desember 2020-10 Januari 2021, terdapat 13 kali insiden kecelakaan yang dialami oleh perahu nelayan dan kapal perikanan di perairan Indonesia," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan. Menurut dia, kehidupan nelayan Indonesia sangat rentan terhadap kecelakaan kerja ketika melakukan operasi penangkapan ikan. Untuk itu, Abdi menyatakan bahwa pemerintah perlu meningkatkan pengawasan, pemberian informasi dini, melengkapi alat keselamatan kerja di kapal dan memastikan nelayan dan awak kapal perikanan ikut serta dalam program asuransi nelayan. "Dari 13 insiden tersebut, kami mencatat 48 orang korban dengan rincian 28 hilang, 3 meninggal dan 17 selamat," kata Abdi. Ia mencontohkan, insiden terbaru adalah kecelakaan yang terjadi pada kapal ikan KMN Berkah Abadi yang bertabrakan dengan kapal tanker di perairan Jepara, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Akibat insiden tersebut, 12 awak kapal perikanan KMN Berkah Abadi hilang dan belum ditemukan. Faktor utama penyebab kecelakaan yang dialami oleh kapal nelayan, masih menurut dia, adalah karena cuaca ekstrim seperti gelombang tinggi yang menyebabkan kapal terbalik, tabrakan dengan kapal besar, kerusakan mesin dan terbawa arus. "Saat ini musim barat yang ditandai dengan cuaca ekstrim seperti gelombang tinggi, nelayan mesti meningkatkan kewaspadaan dan mengikuti informasi cuaca oleh BMKG," kata Abdi. Dia menyarankan kepada nelayan untuk mematuhi anjuran atau imbauan otoritas pelabuhan dan tidak memaksakan diri melaut jika kondisi cuaca tidak mendukung. Sebelumnya, Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zaini menyatakan, terkait kecelakaan laut di perairan Jepara, pihaknya mengupayakan pemenuhan hak awak kapal perikanan KMN Berkah Abadi yang berupa jaminan kecelakaan kerja untuk dua orang awak kapal perikanan yang dilaporkan selamat dan santunan jaminan kematian untuk keluarga awak kapal perikanan yang dilaporkan meninggal M Razi RahmanEditor Adi Lazuardi COPYRIGHT © ANTARA 2021
AMLAPURA - Nelayan sekitar Pantai Ujung Pesisi, Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem, Bali, keluhkan minimnya hasil tangkapan ikan di tengah laut, Selasa 9/6/2020 siang. Minimnya tangkapan ikan sekitar Kab. Karangasem terjadi sejak dua minggu yang lalu, tepatnya akhir Bulan Mei 2020. Romi, nelayan asal Ujung Pesisi mengatakan, hasil tangkapan menurun. Per hari nelayan hanya dapat ikan 20 sampai 50 ikan tongkol. • Hanya Butuh 5 Bahan, Berikut Resep Strawberry and Mango Yoghurt Trifle Segar • Pesawat Tempur China Masuk Zona Pertahanan Udara Taiwan, Jet Angkatan Udara Lakukan Pengusiran • Roadmap To Bali’s Next Normal, Australia Siap Segera ke Bali Kadang beberapa nelayan yang turun melaut tak mendapat ikan. "Sekarang paling banyak dapat 50 ekor,"jelas Romi saat ditemui di Pantai, Selasa 9/6/2020. Minimnya hasil tangkapan dipicu karena sedikitnya ikan, terutama tongkol, kepermukaan laut. Penyebabnya karena perubahan suhu di tengah laut, sehingga nelayan mengalami paceklik ikan. Biasanya saat musim panas seperti sekarang ini banyak ikan tongkol kepermukaan cari makanan. "Semoga paceklik segera berakhir. Sehingga nelayan bisa mendapat hasil tangkapan lebih. Biasanya, para nelayan dapat ikan sampai ribuan ekor saat musimnya. Sekarang paceklik, per hari hanya dapat puluhan ekor,"imbuh Romi, pria asal Ujung Pesisi. Firmansyah, rekan Romi, menambahkan, beberapa nelayan sementara tidak turun melaut karena paceklik. Sebagian nelayan mengaku merugi lantaran hasil tangkapan ikan tak sesuai dengan modal yang dikeluarkan. Per harinya beli bahan bakar minyak ribu, tangkapan cuma 20 ekor. "Cuaca di tengah laut landai, masih bersahabat dengan nelayan. Cuma ikan ditengah laut yang jarang. Padahal harga ikan sekarang lumayan. Per ekornya bisa capai tembus angka 3-4 ribu. Permintaan juga meningkat drastis,"tambah Firmansyah.